Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memegang peran sentral dan krusial dalam memastikan stabilitas dan kredibilitas Sektor Jasa Keuangan Indonesia. Peran ini tidak hanya terbatas pada pengawasan prudensial, tetapi juga pada penguatan Tata Kelola Baik (Good Corporate Governance atau GCG) di seluruh lembaga keuangan, mulai dari perbankan, asuransi, hingga pasar modal. Penguatan Tata Kelola Baik ini mutlak diperlukan untuk melindungi konsumen, mencegah praktik fraud, dan memastikan Akuntabilitas Publik dalam mengelola dana masyarakat. Tanpa kerangka Tata Kelola Baik yang kuat, potensi Skandal Korupsi Terbaru dan krisis kepercayaan di Sektor Jasa Keuangan akan selalu membayangi.
OJK menjalankan perannya melalui serangkaian regulasi dan tindakan pengawasan. Pada awal tahun 2025, OJK menerbitkan Peraturan OJK (POJK) terbaru yang mewajibkan lembaga keuangan untuk meningkatkan independensi dewan komisaris dan komite audit. POJK ini juga menuntut Tuntutan Transparansi yang lebih tinggi dalam pelaporan kinerja dan kompensasi direksi. Tujuan dari langkah ini adalah untuk mengurangi vested interest dan memastikan bahwa keputusan manajemen benar-benar demi kepentingan jangka panjang perusahaan, bukan kepentingan pribadi. Tindakan ini merupakan respons langsung terhadap beberapa kasus kerugian besar yang disebabkan oleh lemahnya Tata Kelola Baik.
Selain regulasi, OJK juga memanfaatkan Teknologi Digital untuk meningkatkan pengawasan. Unit Supervisory Technology (SupTech) OJK pada Mei 2025 mulai mengimplementasikan sistem Investasi Data berbasis AI untuk memantau transaksi mencurigakan dan mendeteksi potensi risiko likuiditas secara real-time. Penerapan Pendekatan Inovatif ini memungkinkan OJK untuk bertindak preventif, jauh sebelum masalah di Sektor Jasa Keuangan membesar dan menimbulkan kerugian sistemik. Efektivitas pengawasan ini berkontribusi pada peningkatan Akuntabilitas Publik lembaga keuangan.
Keterlibatan OJK dalam penguatan Tata Kelola Baik juga mencakup edukasi dan perlindungan konsumen. OJK menyadari bahwa kunci Akuntabilitas Publik terletak pada pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan. Oleh karena itu, OJK secara masif menjalankan program literasi keuangan, sekaligus menyediakan mekanisme pengaduan yang mudah diakses. Pada kuartal ketiga 2025, tercatat adanya penurunan 15% dalam jumlah pengaduan nasabah terkait praktik pemasaran yang menyesatkan, sebuah indikasi positif dari dampak pengawasan ketat OJK. Melalui kombinasi regulasi tegas, Pemanfaatan AI dalam pengawasan, dan peningkatan literasi, OJK terus berupaya menjadikan Sektor Jasa Keuangan Indonesia sebagai sektor yang kuat, stabil, dan terpercaya.
